Jasa Titip (Jastip) merupakan usaha untuk membelikan barang pesanan yang diminta oleh pengguna jasa, bermodalkan teknologi dan jejaring sosial. Teknologi menjadi penghubung antara pelaku jastip dan konsumen yang mau titip dibelikan barang.
Cara kerjanya adalah memberi daftar belanjaan dan detailnya, sehingga penyedia jastip tinggal pergi membelikan barang. Saat ini, beberapa penyedia jastip menyiarkan langsung proses belanja di akun Instagram agar pembeli bisa menentukan barang. Namun, sebelum hal itu dilakukan, pembeli harus menyepakati dulu pembelian dilakukan sesuai dengan harga yang ditentukan oleh penjual. Lalu mengirim sejumlah uang kepada penyedia jastip sesuai kesepakatan. Beberapa penyedia jastip meminta pembayaran langsung lunas, tetapi ada pula memakai sistem down payment. Jika barang sudah dibeli dan siap dikirim, pembeli akan segera mentransfer pembayaran ke penyedia jastip.
pelaku usaha jasa titip memerlukan dokumen kepabeanan dan dokumen pemberitahuan (Pemberitahuan Barang Impor Khusus) dengan aspek pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas impor Barang Kena Pajak sebesar 10%, dan pajak penghasilan (PPh 22) dengan berbagai variasi tarifnya. Misal terdapat tarif PPh Pasal 22 sebesar 7,5% untuk barang-barang tertentu seperti parfum, cairan, pewangi, peralatan rumah tangga, karpet, dan sebagainya yang tercantum pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 175/PMK.011/2013.
Sementara itu, jika barang titipan tergolong barang mewah, dikenakan pajak penjualan barang mewah seperti tas branded dan perhiasan yang mengacu pada Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM bahwa tarif pajak penjualan atas barang yang dikategorikan barang mewah sebesar 10% dan maksimal 200%.
Bagaimana kewajiban pajak bisnis jasa titipan yang dilakoni oleh orang pribadi?
Kewajiban perpajakan berupa hitung, setor, dan lapor pajak karena mendapatkan penghasilan dari bisnis jasa titipan. Berikut penghitungan tarif pajak orang pribadi yang melakoni usaha jasa titipan:
Jika peredaran bruto lebih dari Rp4.800.000 dalam satu tahun pajak wajib untuk membuat pembukuan dan tarif pajak progresif hingga 30% mengacu pada Pasal 17 Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Sementara, untuk peredaran bruto yang kurang dari Rp4.800.000 dalam satu tahun pajak dapat menggunakan PPh Final Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dengan tarif 0,5% dari omzet/peredaran bruto.